Self Regulated Learning (SRL)

Pada hakekatnya SRL merupakan kemampuan mengontrol perilaku diri sendiri terhadap suatu situasi tertentu.

Pada hakekatnya SRL merupakan kemampuan mengontrol perilaku diri sendiri terhadap suatu situasi tertentu. Nilai pengaturan SRL dibuat berdasarkan keyakinan kemampuan diri sendiri. Di dalam situasi akademis, SRL dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapi.

Konsep Diri

Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah konsep diri.

Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah konsep diri. Teori tentang konsep diri (self-concept) dan pandangan mengenai diri (views of self) dikemukakan oleh Abraham Maslow (1962) dan Carl Rogers (1961), mereka berpandangan bahwa kompetensi berhubungan dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh sikap dan penilaian kita terhadap diri kita sendiri.

Analisis Strategi Konseling Berwawasan Budaya Indonesia

Analisis Strategi Konseling Berwawasan  Budaya Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Strategi konseling yang dipilih oleh konselor untuk membantu memecahkan masalah konseli merupakan komponen penting dalam proses konseling. Suatu strategi konseling biasanya berkaitan dengan teori atau model konseling tertentu, masing-masing teori atau model konseling memiliki seperangkat strategi konseling yang terintegrasi kedalam keseluruhan proses konseling. Thompson (2003) menyatakan bahwa saat ini telah ada lebih dari 300 strategi konseling dari berbagai orientasi teoritik.

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
BAB II

PEMBAHASAN

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR

2.1 Pengertian Diagnosis

A. diagnosis

Diagnosis merupakan istilah teknis dibidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen (1955:530-532), diagnosis dapat diartikan sebagai berikut :

1. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala – gejalanya.

2. Studi yang seksama terhadap fakta tentang sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan – kesalahan dan sebagainya yang essensial.

3. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksaama atas gejala – gejala atau fakta tentang suatu hal.

Dari ketiga pengertian tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, scera implicit telah mencakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian, didalam pekerjaan diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis, karakteristik maupun latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.

B. Pengertian kesuitan belajar.

kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah(kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi, dengan demikian , iQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik perlu memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar.

Burton (1952:622-624) mengidentifikasikan bahwa seorang siswa dapat dianggapa mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan mengalami kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan – tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut :

1. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru.

2. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mencapai prestasi yang semestinya, sedangkan dalam prediksi hal tersebut dapat ia raih dengan hasil yang memuaskan.

3. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat pengusaaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.

C. Diagnosis Kesulitan Belajar

Dengan mengaitkan kedua pengertian diatsa maka kita dapat mendefinisikan diagnosis kesulitan belajar sebagai suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan – kesulitan belajar dengan menghimpun berbagai informasi selengkap mungkin sehingga mempermudah dalam pengambilan kesimpulan guna mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.


2.2 gejala dan ciri.

A. Gejala Kesulitan Belajar.

Pada dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber pada komponen – komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar – mengajar sendiri.

Berbagai variabel yang mempengaruhi proses belajar – mengajar menurut loree (1970:121-133) terdiri atas:

1. Learning Variables, Mencakup:

a. Learning Experience Variables, antara lain mengenai

· Method Variables, menyangkut kuat lemahnya motivasi untuk belajar, intensif – tidaknya bimbingan guru dan ada – tidaknya kesempatan untuk praktikum.

· Task Variables, mencakup menarik-tidaknya apa yang harus dipelajari, bermakna- tidaknya apa yang dipelajari dan tersedia-tidaknya fasilitas belajar yang memadai.

b. Enviromental Variables, yang menyangkut iklim belajar yang bergantung pada faktor tersedianya waktu yang cukup untuk belajar dan tersedianya fasilitas belajar yang memadai

2. Organismic Variables, mencakup

1. Characteristic of the learners, antara lain tingkatan inttelegensi, usia dan taraf kematangan, jenis kelamin dan kesiapan untuk belajar.

2. Mediating Processes, kondisi yang lazim terdapat dalam diri swasta, antara lain, intelegensi, persepsi, motivasi, takut, cemas dan tekanan batin yang sebagainya turut berperan dalam proses berperilaku belajar.

3. Response Variables

Jika dikelompokkan berdasarkan tujuan pendidikan dapat dilihat sebagai berikut.:

1. Tujuan – tujuan kognitif , seperti pengetahuan, konsep – konsep dan keterampilan pemecahan masalah.

2. Tujuan – tujuan afektif, seperti sikap – sikap, nilai – nilai, minat dan apresiasi.

3. Tujuan – tujuan pola pola bertindak, antara lain ;

· Keterampilan psikomotoris, seperti menulis, mengetik, melukis, dsb.

· Kompetensi – kompetensi untuk menyelenggarakan pertemuan, berpidato, memimpin diskusi, pertunjukan, dsb.

· Kebiasaan – kebiasaan, seperti kebiasaan hidup sehat, kejujuran, kerapian, dsb.

individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut.

1. Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.

2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding sebelumnya.

3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.

4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.

5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.

6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.

7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.

B. Ciri-Ciri.

Ciri-ciri kesulitan belajar yang dapat dan sering didiagnosis adalah:

1. Gangguan perhatian pada anak – anak

Anak tidak mampu memusatkan perhatiannya kepada sesuatu hal atau objek tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama. Beberapa ahli menyebutkan perhatian anak pada kelompok ini kurang dari 10 detik.

2. Distrakbilitas

Akibat kekurangan perhatian, penderita mempunyai kecenderungan untuk memperhatikan rangsang yang kurang menonjol, yang dapat berupa distrikdistrikbilitas visual, auditoris, dan internal.

Pada distribilitas visual, konsentrasi visual dialihkan ke benda- benda yang dilihatnya. Kedua matanya terus menerus menyelidik dan mencari pengalaman visual yang lebih seru serta lebih baik, akibatnya penderita sering memperlihatkan kekeliruan khas sewaktu membaca dan cenderung melompati kata – kata atau bahkan melewati begitu saja kalimatnya.

Pda distrikbilitas auditoris menyebabkan perhatian mudah teralih kepada suara – suara latar belakang. Pada distrikbilitas internal menyebabkan penderita terganggu oleh rangsangan yang berasal dari dalam dirinya berupa pikiran, ngatan, maupun asosiasiaya sendiri. Terlihat penderita sering melamun sehingga tidak memperhatikan pelajaran di kelas.

3. Impulsif

Artinya cenderung bertindak tanpa mempertimbangkan akibat tindakana itu mereka cenderung memberikan respon pertama yang msuk dalam pikirannya dan lebih senang “cepat selesai” dalam mengerjakan sesuatu dan tidak mengutamakan ketelitian. Akibat impulsivitas, penderita tidak tepat dalam membaca, mengeja dan berhitung meskipunkonsep dasarnya telah dikuasai dengan baik.

4. Kurang Ulet

Penderita akan menunjuukan sifat kurang ulet dalam bekerja sehingga pekerjannya jarang ernah selesai, selain itu juga akan mudah lelah sehingga berpikir lama kan mudah menguap, menggeliat, biasanya jam tidur juga tidak berimbang, siang hari suka tidur dan pada malam hari sering terbangun.

5. Selalu Berubah

Perhatian penderita akan sangat bergantung pada motivasinya, pada motivasi yang tinggi fokus perhatian akan lebih tajam, misalnya ; mengikuti acara televisi tertentu.

6. Inkoordinasi

Artinya sukar melakukan kegaiatn motorik halus sehingga mengalami keslitan dalam menyalakan korek api, bermasalah dengan resleting, dan lain – lain.


2.3 kedudukan diagnosis kesulitan belajar.

Ketidak berhasilan dalam proses belajar mengajarkan dalam mancapai katuntasan bahan tidak dapat dikembalikan kepada hanya pada satu faktor akan tetapi kepada banyak faktor yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Faktor yang dapat kita persoalan adalah siswa yang dapat kita persoalan adalah siswa yang belajar, jenis kesulitan yang dihadapi siswa dan kegiatan yang terlibat dalam proses.yang penting dalam proses diagnosis kesulitan adalah menemukan letak kesulitan dan jenis kesulitan dan jenis kesulitan yang dihadapi iswa agar pengajar perbaikannya (learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif. Bila tela ditemukan bahwa sejumlah siswa tidak memenuhi criteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan, kegiatan diagnoss terutama harus ditunjukan kepada:

· Bakat yang dimiliki siswa yang berbeda antarayang satu dari yang lainnya.

· Ketekunan dantingkat usaha yang dilakukan siswa dalam menguasai bahanyang dipelajarinya

· Waktu yang tersedia yang tersedia yang dapatsesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta karakteristik individu.

· Kemampuan siswa untuk memahami tugas-tugas belajarnya.

· Ingkat dari jenis kesulitan yang diderita siswa ssehingga dapat ditentukan perbaikannya apa cukup dengan cara yang sama mengambil alternative kegiatan lain melalui pengajaran remedial.


2.4 latar belakang diagnosis kesulitan belajar.

Fenomena kesulitan beljar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulian belajar juga dapat dibutikan dengan menculnya kalainan prilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak didalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah. Menurut para ahli pendidikan, hasil belajar yang terdapat dalam diri peserta didik itu sendiri yang disebutkan faktor internal, dan yang terdapat diluar diri peserta didik yang disebut dengan eksternal.

menurut Burton ( 1952 : 633 – 640 ), variabel yang mempengaruhi proses belajar mengajar dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa.

A. Faktor – faktor dari dalam diri siswa, anatara lain ;

Ø Kelemahan secara fisik, seperti tidak berkembangnya susunan syaraf pusat karena cacat atau sakit, kurang berkembangnya panca indera sehingga menyulitkan proses interaksi penyakit menahun dan ketidakseimbangan perkembangan dan reproduksi.

Ø Kelemahan – kelemahan secara mental, seperti cacat mental, kurang semangat, serta trauma.

Ø Kelemahan – kelemahan emosional, seperti terdapatnya rasa tidak aman, tercekam rasa phobia, maupun ketidakmatangan.

Ø Kelemahan – kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan yang salah, seperti banyak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan aktivitas sekolah.

Ø Tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti membaca, menghitung, dsb.

B. Faktor – faktor dari luar diri siswa, antara lain ;

a. Kurikulum yang seragam ( uniform ), bahan dan buku sumber yang tidak sesuai dengan tingkat – tingkat kematangan.

b. Terlalu berat beban belajar / mengajar bagi siswa / guru.

c. Terlalu besar populasi siswa dalam kelas.

d. Terlalu banyak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.

e. Kekurangan gizi.

Menurut Burton, sebagaimana dikutip oleh Abin S.M. (2002 : 325-326), faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.

1. Faktor Internal

Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan dan faktor kejasmanian.

· Faktor kejiwaan, antara lain :

1) minat terhadap mata kuliah kurang;

2) motif belajar rendah;

3) rasa percaya diri kurang;

4) disiplin pribadi rendah;

5) sering meremehkan persoalan;

6) sering mengalami konflik psikis;

7) integritas kepribadian lemah.

· Faktor kejasmanian, antara lain :

1) keadaan fisik lemah (mudah terserang penyakit);

2) adanya penyakit yang sulit atau tidak dapat disembuhkan;

3) adanya gangguan pada fungsi indera;

4) kelelahan secara fisik.

2. Faktor Eksternal

Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang berada atau berasal dari luar mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental yang dapat menyebabkan kesulitan belajar mahasiswa antara lain :

1) Kemampuan profesional dan kepribadian dosen yang tidak memadai;

2) Kurikulum yang terlalu berat bagi mahasiswa;

3) Program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun dengan baik;

4) Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Penyebab kesulitan belajar yang berupa faktor lingkungan antara lain :

1) Disintegrasi atau disharmonisasi keluarga;

2) Lingkungan sosial kampus yang tidak kondusif;

3) Teman-teman bergaul yang tidak baik;

4) Lokasi kampus yang tidak atau kurang cocok untuk pendidikan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala – gejalanya.

kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah(kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi, dengan demikian , iQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik perlu memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar.

Menurut Burton, sebagaimana dikutip oleh Abin S.M. (2002 : 325-326), faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.

3.2 saran

Makalah ini jauh dari kesempurnaan, kritik dan masukan dari pembaca dapat menambah kesempurnaan dari makalah ini. Muda-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Abin, S.M. (2002) Psikologi Pendidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Koestoer Partowisastro dan A. Hadisuparto.(1998) Diagnosis dan Pemecahan Kesulitan Belajar : Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Siti Mardiyati et al. (1994) Layanan Bimbingan Belajar. Surakarta : Penerbit UNS.

Warkitri, H. et al. (1990) Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Jakarta : Karunika.

Bidang pendidikan .blogspot.com/2010/12/pngertian-dan-latar-belakang.html?m=1

KONSELING EGO (KONEGO)

KONSELING EGO (KONEGO)
MAKALAH

MODEL MODEL KONSELING (MOMOKO)

Tentang

KONSELING EGO (KONEGO)


OLEH :

KELOMPOK II

BK 012 E

NURMAILIZA SARI 
 12060141

NORIMAR JUNITA 
12060150

NOVI ERISTA 
12060164

EVA SUSIETI 
 12060166

RIGITA 
 12060159


DI BIMBING OLEH :

Dra. Hj. Fitria Kasih.,M.Pd.,Kons

Nofrita.,S.Pd.I.,M.Pd. Kons



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2014

==================================================

Konseling Psikoanalisis Klasik

Konseling Psikoanalisis Klasik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengantar Konseling Psikoanalisis Klasik

Secara etimologis Psikoanalisis dapat diartikan dengan analisa jiwa. Pendekatan teori psikonanalisis klasik tidak hanya meninjau tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, tetapi justru melihat dasar-dasar atau latar belakang dari munculnya tingkah laku tersebut, jadi dapat dikatakan bahwa psikoanalisis klasik meninjau secara mendalam pada psikis manusia, oleh karena itu Psikoanalisis klasik juga sering disebut dengan psikologi dalam/dept psychology (Taufik, 2009: 2)

Memahami Makna Budaya

Memahami Makna Budaya
BAB II
PEMBAHASAN
MEMAHAMI MAKNA LINTAS BUDAYA

A. Pengertian Budaya

Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Pengertian ini kemudian berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

MAKALAH TEKNIK-TEKNIK KONSELING (Teknik Transference, Teknik Counter Transference, Teknik Sensitisasi, dan Teknik Disensitisasi)

MAKALAH TEKNIK-TEKNIK KONSELING (Teknik Transference, Teknik Counter Transference,  Teknik Sensitisasi, dan Teknik Disensitisasi)
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teknik Transference

Istilah transference (pemindahan) dalam pengertian yang luas menunjukan pertanyaan perasaan klien terhadap konselor, apakah berupa reaksi rasional kepada pribadi konselor atau proyeksi yang tidak sadar dari sikap-sikap dan streteotipe sebelumnya. Secara psikoanalisa pemindahan merupakan satu proses dimana sikap klien sebelumnya ditanyakan kepada orang lain atau secara tidak sadar diproyeksi kepada konselor.

MAKALAH BK KARIR

MAKALAH BK KARIR
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Pekerjaan yang memuaskan sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya, maka diperlukan perencanaan karir secara matang. Dalam konteks pendidikan upaya membantu siswa dalam merencanakan pemilihan jabatan atau pekerjaan di masa mendatang secara tepat merupakan aspek yang sangat krusial, sehingga telah menempatkan pentingnya layanan bimbingan karir bagi siswa sebagai bagian integral dari layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Bahkan, apabila ditinjau dari perspektif sejarah lahirnya bimbingan dan konseling tidak lepas dari upaya untuk membantu siswa-siswa mendapatkan lapangan kerja yang cocok sesudah mereka meninggalkan bangku sekolah, melalui gerakan bimbingan jabatan atau masalah karir.
Di Indonesia sendiri, pentingnya bimbingan karir bagi para siswa, khususnya di tingkat SMA sudah dirasakan sejak lama, dan sejak ditetapkannya Kurikulum tahun 1984 bimbingan karir mulai diformalkan, sehingga telah menjadi penampang dari keseluruhan bimbingan dan konseling di sekolah. Namun karena sempitnya pemahaman para konselor di sekolah, sehingga dalam pelaksanaanya sering terjadi malpraktek (dianggap sebagai bidang studi sehingga diajarkan), tidak diikuti dengan assesmen yang tepat, informasi pekerjaan tidak diberikan secara mendalam, terpadu, dan komprehensif, serta kurang dilaksanakan secara intensif. Akibatnya hasil-hasil dari bimbingan karir tersebut masih jauh dari apa yang diharapkan.

Rumusan Masalah
Apa itu hakekat kerja, okupasi dan karir.
Apa yang dimaksud dengan manusia kerja dan karir.
Bagaimana struktur kerja di Indonesia.
 faktor-faktor yang mempengaruhi karir.

Tujuan
Dari pembahasan BK karir ini daharapkan dari seorang guru atau pendidik mampu mengetahui arti atau pemahaman dari BK karir itu sendiri.




BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Kerja, Okupasi dan Karier

1. Kerja

    Pada dasarnya hakikat kerja adalah bekerja dengan tulus dan ikhlas. Pekerjaan adalah usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau umum, jadi orang bekerja itu bertujuan untuk mempertahankan eksistensi diri sendiri dan keluarganya. Dunia kerja adalah segala sesuatu yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan.
    Kerja (work) atau Pekerjaan (Job) memiliki kesamaan kewajiban dan tugas-tugas pokok dalam suatu organisasi/unnit atau lembaga. Job berorientasi pada tugas dan hasil serta berpusat pada organisasi, dapat diduduki satu orang atau beberapa orang.
Dalam pekerjaan terdapat unsur-unsur (elements), tugas-tugas (tasks), dan posisi (pekerjaan yang lakukan/position) : Unsur (elements) merupakan komponen paling kecil dari suatu pekerjaan, misalnya : memutar musik, mengangkat buku, menekan tombol, menggali lubang, memindahkan dan lain-lain.
    Tugas (tasks) merupakan kinerja/untuk kerja yang dibutuhkan dalam bekerja. Task menampilkan kegiatan fisik atau mental yang membentuk langkah-langkah logis yang diperlukan dalam suatu pekerjaan. Beberapa unsur pekerjaan membentuk satu himpunan tugas. Super (1976) menyatakan bahwa tugas adalah suatu perbuatan yang dikehendaki pada pekerjaan atau dalam suatu permainan, misalnya : mengangkat bunga, menata bunga, menyiram bunga, menerima surat, membukukan surat, menyimpan surat dan lain-lain.
    Posisi (positions) merupakan sekelompok tugas-tugas (task) yang diselenggarakan seseorang/pekerja/pegawai, dibayar dan tidak bersifat pribadi. Tugas-tugas itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Tugas-tugas itu membentuk suatu pekerjaan. Tolbert (1980) mengemukakan bahwa posisi adalah suatu kelompok aktivitas, tugas atau kewajiban dikerjakan oleh satu orang, misalnya : membaca konsep yang akan diketik, memasukkan kertas, mengetik surat sesuai format, mengeluarkan surat yang diketik, menyerahkan hasil ketikan pada atasan yang memberi tugas.

2. Okupasi

    Okupasi lebih luar dari job. Okupasi merupakan sekelompok job yang sama dijumpai dalam berbagai organisasi, umpamanya pengajar, pencipta lagu, dan seniman pertunjukan, ahli hukum, pilot, dan TNI.

3. Karir

    Karier bukan pekerjaan, melainkan serangkaian urutan (sequences) pekerjaan atau okupasi-okupasi pokok utama (major) yang dilaksanakan atau dijabat seseorang sepanjang hidupnya, atau dapat juga dikatakan bahwa karir seseorang terlambang pada urutan (suquences) jabatan-jabatan utama yang ditekuni seseorang selama kehidupannya.
Donal E.Super (dalam Dewa K.Sukardi, 1994:17) karir adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan-pekerjaan, jabatan-jabatan dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja. Sedangkan menurut Munandi (1996:237) karir adalah pengambilan keputusan kerja itu proses developmental dan pengambilan keputusan menyangkut pekerjaan itu suatu proses yang panjang serta pekerjaan itu sendiri berkembang.
Dapat disimpulkan karir sebagai suatu rangkaian pekerjaan, jabatan dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja dan mengambil keputusan menyangkut pekerjaan tersebut merupakan suatu proses yang panjang serta pekerjaan itu sendiri berkembang walaupun dalam pekerjaan yang sama.

B. Manusia Kerja dan Karier

    Kebutuhan manusia untuk memenuhi semua kebutuhannya, menjadikan usaha untuk mendapatkan dan meraih semua yang dibutuhkan dan diimpikan, dalam hal ini manusia akan melakukan usaha atau pekerjaan untuk mendapatkan hal yang ingin ia wujudkan. Dalam artian sempit manusia membutuhkan kerja untuk hidup.
Dalam proses panjang dalam menjalani pekerjaan, biasanya dilakukan secara bertahap dan meningkat atau karier. Namun ada juga dilakukkan sebatas propesi dan tuntutan kebutuhan yang memaksa untuk bekerja. Tetapi kejadiannya kembali bertolak dari keinginan memenuhi kebutuhan hidup, baik jasmaniah maupun rohaniah.

C. Struktur Kerja di Indonesia

    Sejak tahun 2000 Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) menerapkan konsep-konsep ketenagakerjaan sebagai berikut : lapangan pekerjaan atau sektor pekerjaan didasarkan pada KLUI (Klasifikasi lapangan Usaha Indonesia) tahun 2000, yang merupakan recisi dari KLUI tahun 1997. Jenis pekerjaan, sejak Sakernas 2001, kembali menggunakan ISCO (International Standard Classification of Occupation) tahun 1968 atau KJPI (Klasifikasi Jenis Pekerjaan Indonesia) tahun 1982.

    Sturktur kerja di Indonesia berdasarkan angkatan dapat di bagi menjadi dua, yaitu struktur umur dan struktur pendidikan.

a. Struktur Kerja berdasarkan Umur

    Dalam hal ini publikasi yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik mengenai ketenagakerjaan, ada dua macam batasan umur. Pertama, memakai batas umur kerja 10 tahun ke atas dan yang kedua 15 tahun ke atas. Data yang dikaji pada tulisan ini menggunakan batasan usia kerja 15 tahun ke atas, jikapun ada pembanding yang memakai batas usia kerja 10 tahun ke atas, akan distandarkan terlebih dahulu pada usia 15 tahun ke atas.
Digunakan batas usia 15 tahun ke atas, akan memudahkan bagi perencana ketenagakerjaan di tingkat pusat maupun daerah, sebab pembuatan kebijakan ketenagakerjaan biasanya mendasarkan pada batasan usia kerja 15 tahun ke atas (Setiawan, 2000).

b. Struktur kerja berdasarkan pendidikan

    Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas tenaga kerja. Idealnya, tenaga kerja yang tersedia di suatu negara memiliki pendidikan yang memadai sesuai dengan kesempatan kerja yang tersedia, namun di negara-negara yang dalam kondisi masih sedang berkembang biasanya terjadi mismatch atau tidak sesuai dengan keahlian antara pendidikan dengan pekerjaan yang ditekuninya.
Pendidikan tenaga kerja, sering diukur dengan proporsi tenaga kerja berdasarkan pendidikan yang ditamatkan. Hal ini biasanya nampak pada struktur tingkat pendidikan dan pekerjaan yang dilakoni oleh pekerja yang sesuai dengan kemampuan tingkat pendidikannya.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Karier

Faktor-faktor yang mempengaruhi karier meliputi dua faktor yaitu faktor yang bersumber dari diri individu dan faktor yang bersumber dari lingkungan dan orang lain. Kedua faktor ini sangat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung pada pemilih karier.

A. Faktor internal adalah faktor-faktor yang bersumber pada diri individu.

Kemampuan Inteligensi

Taraf inteligensi (kecerdasan) yaitu taraf kemampuan untuk mencapai prestasi-prestasi yang di dalamnya berpikir memegang peranan (Winkel, 1991:531). Kemampuan inteligensi yang dimiliki oleh individu memegang peran yang penting sebab kemampuan itelegensi yang dimiliki seseorang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam memasuki pekerjaan, jabatan atau karier dan juga sebagai pelengkap dalam mempertimbangkan memasuki suatu jenjang pendidikan tertentu.
Adanya suatu perbedaan kecepatan dan kesempurnaan individu dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya, sehingga hal itu memperkuat asumsi bahwa kemampuan inteligensi itu memang ada dan berbeda-beda pada setiap orang, dimana orang yang memiliki taraf inteligensi yang lebih tinggi lebih cepat untuk memecahkan permasalahan yang sama bila dibandingkan dengan orang ynag memiliki taraf inteligensi yang lebih rendah. Kemampuan inteligensi yang dimiliki oleh individu memegang peranan yang penting, sebab kemampuan inteligensi yang dimiliki seseorang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam memasuki suatu pekerjaan, jabatan atau karir dan juga sebagai pelengkap dalam mempertimbangkan memasuki suatu jenjang pendidikan tertentu.
Tingkat inteligensi yang dimiliki oleh seseorang dalam satu jabatan tetentu dapat dipergunakan sebagai suatu pola acuan dalam merningkatkan promosi jabatannya, apakah mereka itu cocok dipromosikan dalam jabatan professional dan manajerial I, profesional dan manajerial II, skillet, semi skillet, unskilled ataukah tetap berada pada posisi semula kalau ditinjau dari jabatan structural.

Bakat
Rudi Mulyatiningsih (2004:91) bakat merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir.untuk itulah kiranya perlu sedini mumgkin bakat-bakat yang dimiliki seseorang atau anaka-anak disekolah diketahui dalam rangka memberikan bimbingan belajar yang paling sesuai dengan bakat-bakatnya dan lebih lanjut dalam rangka memprediksi bidang kerja, jabatan atau karir para murid setelah menamatkan studinya perlulah kiranya pada setiap siswa disekolah dilaksanakan tes bakat. Kemampuan itu jika diberi kesempatan untuk berkembang melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata.
Sedangkan menurut Munandir (1992:17) bakat (aptitude) adalah kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat memilki pengaruh dalam karir khususnya dalam kesuaian bakat dengan pilihan jabatan atau karir, individu cendrung memilih jabatan atau karir yang sesuai dengan bakatnya.

Minat
Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari kombinasi, perpaduan dan campuran dari perasaan, harapan, prasangka, cemas, takut dan kecendrungan-kecendrungan lain yang bisa mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu (Dewa K.Sukardi, 1994:46). Sedangkan Munandir (1996:146) berpendapat bahwa minat adalah kecendrungan tingkah laku umum seseorang untuk tertarik kepada sekelompok hal tertentu. Minat merupakan daya yang mengarahkan individu untuk memanfaatkan waktu luangnya dalam melaksanakan hal yang paling disenangi untuk dilakukan. Minat sangat besar pengaruhnya dalam mencapai prestasi dalam suatu pekerjaan, jabatan atau karir.

Sikap
Sikap ialah kecendrungan seseorang untuk bertindak atau bertingkah laku (Rudi Mulyatiningsih, 2004:20). Dengan pengertian lain sikap dimiliki individu dalam mereaksi terhadap dirinya sendiri, orang lain atau situasi tertentu. Dalam memutuskan pilihan karier individu akan bersikap atau bertindak sesuai dengan keadaan atau situasi yang dihadapinya. Sikap individu berbeda-beda dalam menghadapi situasi sehingga dalam pemilihan karirnya individu akan bereaksi sesuai sikapnya sendiri. Reaksi positif dari individu terhadap suatu pekerjaan, jabatan atau karir merupakan suatu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan untuk mencapai prestasi.

Kepribadian
Kepribadian diartikan sebagai suatu organisasi yang dinamis di dalam individu dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan penyesuaian-penyesuaian yang Unik terhadap lingkungannya.
Terbentuknya pola kepribadian seseorang dipengarui oleh beberapa faktor yakni faktor bawaan (fisik dan psikis), faktor pengalaman awal dalam keluarga dan faktor pengalaman untuk kehidupan seterusnya. Faktor kepribadian ini memiliki peranan yang berpengaruh bagi seseorang dalam menentukan arah pilihan jabatan.

Nilai
Nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Dewa K. Sukardi, 1994:47). Dimana nilai bagi manusia di pergunakan sebagai suatu patokan dalam melaksanakan tindakan. Nilai-nilai yang dianut oleh individu berpengaruh terhadap pekerjaan yang dipilihnya, serta berpengaruh terhadap prestasi dalam pekerjaan. Individu yang memiliki nilai moral yang tinggi akan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi pula dalam pekerjaannya.

Hobi atau Kegemaran
Hobi adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan individu karena kegiatan tersebut merupakan kegemarannya atau kesenangannya. Biasanya individu menyesuaikan karier dengan hobinya. Dengan hobi yang dimilikinya seseorang memilih pekerjaan yang sesuai sudah barang tentu berpengaruh terhadap prestasi kerja yang dijabatnya.

Prestasi
Prestasi merupakan perwujudan dari bakat kemampuan (Utami Munandar, 1992:19) prestasi yang sangat menonjol dalam salah satu bidang mencerminkan bakat yang unggul dalam bidang tersebut.

Keterampilan
Keterampilan yang dapat pula diartikan cakap dan cekatan dalam mengerjakan sesuatu. Dengan pengertian lain keterampilan ialah penguasaan individu terhadap sesuatu perbuatan.

Penggunaan waktu senggang
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan diwaktu senggang agar mendapatkan kepuasan kerja biasanya dalam melaksanakan kegemaran dan hobi. Misalnya : olahraga, kemping, mendaki gunung, dll.

 Aspirasi dan pengetahuan pendidikan
Aspirasi dengan pendidikan sambungan yang diinginkan yang berkaitan dengan perwujudan cita-citanya.

Pengalaman kerja
Pengalaman kerja yang pernah dialami dan dilakukan individu akan memicu untuk melakukan perkerjaan itu kembali bila hal itu menarik perhatiannya kembali.

Keterbatasan fisik dan penampilan lahiriah.
Hal ini seringkali menjadi pemicu invididu untuk tidak melakukan suatu karier karena keterbatasan fisik dan penampilan lahiriah yang kurang mendukung.

Masalah dan keterbatasan pribadi
Masalah atau problema dari aspek diri sendiri selalu ada kecendrungan yang bertentangan apabila menghadapi masalah tertentu sehingga merasa tidak senang, benci, khawatir, takut, pasrah dan binggung apa yang harus dikerjakan.




B. Faktor Eksternal

    Disamping faktor yang ada pada diri individu, faktor luar juga memiliki pola kecendrungan yang berpengaruh terhadap pola jabatan, yaitu:

Orang tua
Dukungan positif dari orang tua sangat membantu dalam memilih karir yang diinginkan. Sebaliknya sebuah pemaksaan akan berakibat buruk bagi pemilihan karir dan jabatan.
 Masyarakat
Winkel (1991:536) masyarakat merupakan lingkaran sosial budaya dimana orang muda dibesarkan. Individu yang berada di lingkungan masyarakt tidak lepas dari pandangan-pandangan mereka, termasuk juga dalam pemilihan karier individu akan jabatan yang dipandang masyarakat baik.
Sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga berpengaruh pada pemilihan karir mengingat persyaratan memasuki jabatan memerlukan tingkat pendidikan tertentu dan tingkat pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi keluarga.
Pergaulan
Teori John L. Holland menyatakan pemilihan pekerjaan atau jabatan adalah hasil dari interaksi antara faktor hereditas dengan segala pengaruh budaya, teman bergaul orang tua, orang dewasa yang dianggap memiliki peran yang penting.
Keadaan sosial ekonomi dan budaya
Menurut Winkel (1991:536) keadaan sosial ekonomi negara atau daerah yaitu laju pertumbuhan ekonomi yang lambat atau cepat, stratifikasi masyarakat dalam golongan sosial ekonomi tinggi, tengah dan rendah yang terbuka atau tertutup bagi anggota kelompok lain.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dasarnya hakikat kerja adalah bekerja dengan tulus dan ikhlas. Pekerjaan adalah usaha yang ditujuakan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau umum, jadi orang bekerja itu bertujuan untuk mempertahankan eksistensi diri sendiri dan keluarganya. Dunia kerja adalah segala sesuatu yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan.
    Okupasi merupakan sekelompok job yang sama dijumpai dalam berbagai organisasi, umpamanya pengajar, pencipta lagu, dan seniman pertunjukan, ahli hukum, pilot, dan TNI.
    karier sebagai suatu rangkaian pekerjaan, jabatan dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja dan mengambil keputusan menyangkut pekerjaan tersebut merupakan suatu proses yang panjang serta pekerjaan itu sendiri berkembang walaupun dalam pekerjaan yang sama.
Sejak tahun 2000 Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) menerapkan konsep-konsep ketenagakerjaan sebagai berikut: lapangan pekerjaan atau sektor pekerjaan didasarkan pada KLUI (Klasifikasi lapangan Usaha Indonesia) tahun 2000, yang merupakan recisi dari KLUI tahun 1997. Jenis pekerjaan, sejak Sakernas 2001, kembali menggunakan ISCO (International Standard Classification of Occupation) tahun 1968 atau KJPI (Klasifikasi Jenis Pekerjaan Indonesia) tahun 1982.

    Sturktur kerja di Indonesia berdasarkan angkatan dapat di bagi menjadi dua, yaitu struktur umur dan struktur pendidikan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Karir ada 2, yaitu :
faktor internal
Kemampuan Inteligensi
Bakat
Minat
 Sikap
Kepribadian
Nilai
hobi atau kegemaran
prestasi
keterampilan
penggunaan waktu senggang
faktor eksternal
orang tua
masyarakat
sosial ekonomi keluarga
pergaulan
keadaan sosial ekonomi dan budaya

Daftar Pustaka

Prof. DR. A. Muhammad Yusuf. 2002. Kiat Sukses Dalam Karier. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sukardi, Dewa Ketut. 1994. Bimbingan Karier di Dsekolah-sekolah. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mohamad Thayeb Manrihu. 1992. Pengantar Bimbingan Konseling Karir. Jakarta : Bumi Aksara

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Manusia adalah yang makhluk istimewa yang diciptakan Tuhan karena memiliki akal budi. Melalui akal budi manusia dapat hidup sesuai dengan apa yang ada tempat  di mana dia hidup. Perkembangan yang dialami oleh manusia menjadikan dia lebih matang dalam menjalani kehidupan ini. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalani kehidupan ini. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalani hubungan secara intim dengan lawan jenis. Hurlock (1993) dia mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya. Dari segi fisik masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mungkin mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Pada segi emosional, pada masa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh fisik yang prima. Oleh karena itu, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja awal  dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan fisik dari pada kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam suatu masalah.
Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri baik dari ekonomi, kebebasan menentukan diri, dan pandangan masa depan lebih realistis. Secara hukum dewasa awal sejak seseorang menginjak usia 21 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Sedangkan dari lingkup pendidikan yaitu masa dicapainya kemasakan kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil ajar latih yang ditunjang kesiapan. (Mappiare 15:1983)


B.  Rumusan Masalah
Apa pengertian dewasa awal?
Apa ciri-ciri perkembangan dewasa awal?
C.  Tujuan Penulisan
Mengetahui pengertian dewasa awal
Mengetahui ciri-ciri perkembanagn dewasa awal
D.    Manfaat Penulisan
Mengetahui berbagai pengertian dewasa awal dari beberapa ahli, serta mengetahui ciri-ciri perkembangan dewasa awal.

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian dewasa awal
Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin, yang berarti “tumbuh menjadi dewasa”. akan tetapi adult berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna”, atau “telah menjadi dewasa”. Oleh karena itu orang dewasa adalah seseorang yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Elizabeth Hurlock, Developmental Psychology, 1991).
Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Hurlock (1986) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental ege-nya.
Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.
Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain).Hurlock (1990) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young ) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition).
Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.
Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah.
Pengertian dewasa awal menurut para ahli :
H. S. Becker
Dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru, dan harapan-harapan sosial yang baru. 

Havighurst (dalam Monks, Knoers dan Haditono: 2001)
tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tanggung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan.
E. B. Hurlock, 1993
Masa dewasa awal atau “early adultood” terbentang sejak tercapainya kematangan secara hukum sampai kira-kita umur usia empat puluh tahun (dialami seseorang sekitar dua puluh tahun).

Ciri-ciri masa dewasa awal
Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan sosial baru. Orang dewasa awal di harapkan memainkan peran baru, seperti peran suami atau istri orang tua ,dan pencari nafkah dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Penyesuaian diri ini menjadikan periode ini suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup seseorang. Periode ini sangat sulit sebab sejauh ini sebagian  besar anak mempunyai orang tua, guru, teman atau orang lain yang bersedia yang bersedia menolong mereka mengadakan penyesuaian diri. Apabila merekan menemui kesulitan-kesulitan yang sukar diatasi, mereka ragu ragu untuk meminta pertolongan dan nasehat orang lain, karena enggan dianggap “belum dewasa”.
Di bawah ini di uraikan secara ringkas ciri-ciri yang menonjol dalam tahun-tahun masa dewasa awal.
Menurut Hurlock, 1991:247-252, ciri-ciri umum perkembangan masa dewasa awal, yaitu:
Masa dewasa awal sebagai “masa pengaturan”
Masa dewasa awal merupakan masa pengaturan. Pada masa ini individu menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa. Telah di katakan masa anak anak dan masa remaja merupakan periode merupakan “pertumbahan” dan dewasa merupakan “pengaturan” atau (setledown). Pada generasi-generasi terdahulu berada pandangan bahwa jika anak laki-laki dan wanita mencapai usia dewasa secara  syah, hari hari kebebasan mereka telah berakhir dan saatnya telah tiba untuk menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa.ini berarti bahwa peria muda mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai karirnya, sedangkan wanita muda mulai menerima tanggung jawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.
Untuk mencoba berbagai pola kehidupan dan berganti ganti pacar agar dapat  memilih pola hidup dan pasangan hidup yang di rasa cocok, sudah tentu memerlukan waktu .dengan sendirinya pemuda sekarang  lebih lambat dalam segala usia dari pada orang tua mereka, apalagi bila di bandingkan dengan kakek mereka rata-rata pemuda dewasa sekarang mulai menentukan pola hidupnya dan  memilih pasangan hidupnya sekitar umur 30 tahun-an, walaupun banyak juga yang sudah mulai mantap pada usia yang lebih muda dari pada itu.
Kapan orang muda memulai hidup rumah tangga tergantung dua faktor :
Cepat atau tidaknya mereka mampu menemukan pola hidup yang memenuhi kebutuhan mereka kini dan pada masa depan.
Contohnya :
Seorang wanita yang sejak waktu dia bermain boneka sudah ingin menjadi seorang istri dan ibu, setelah tamat sekolah tidak akan memerlukan waktu lama lagi untuk menentukan peran yang sesuai baginya, seorang laki-laki yang selalu berkeinginan menjadi dokter tidak memerlukan coba-coba lagi untuk menentukan pekerjaan yang memenuhi suara hatinya.
Menentukan kemantapan atau pilihan seseorang bekerja tanggung jawab yang harus di pikulnya sebelum ia mulai berkarya.
Contohnya : pria yang memilih ilmu kedokteran sebagai karirnya tentu saja tidak dapat cepat-cepat siap bekerja sampai usianya mendekatai umur 30an karena ia harus menyelesaikan pendidikan sekolah atas dulu kemudian melanjutkan pendidikan sekolah dokter.

Sekali seorang menemukan pola hidup yang diyakininya dapat memenuhi kebutuhannya ia akan mengembangkan pola pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya. Setiap keharusan mengubah pola ini pada usia setengah baya atau usia lanjut akan sulit dan dapat menimbulkan gangguan emosional. Tidak di sangsikan lagi ,berbagai ketidakpuasan dan ketidak bahagiaan yang di dapati seseorang pada usia ini adalah akibat keputusan rumah tangga atau bekerja yang tergesa-gesa sebelum menemukan suatu pola hidup yang memberikan kemungkinan kemungkinan untuk kepuasan sepanjang hidup.

Masa usia dewasa awal sebagai “usia reproduktif”
Orang tua (parenthood) merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa .orang yang kawin berperan sebagai orang tua pada waktu saat ia berusia 20an atau 30an,beberapa sudah menjadi kakek atau nenek sebelum masa awal berakhir. Awal yang belum menikah hingga menyelesaikan pendidikan atau telah memulai kehidupan karirnya, tidak akan menjadi orang tua sebelum ia merasa bahwa dia mampu berkeluarga. perasaan ini biasanya terjadi sesudah umurnya sekitar 30an.demikian pula, jika wanita ingin berkarir sesudah menikah ,ia akan menunda untuk mempunyai anak sampai usia 30an.dengan demikian baginya hanyalah dasa warsa terakhir dari  masa dewasa awal merupakan  “usia reproduktif”. Bagi orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada tahun tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa awal merupakan masa reproduksi.
Masa dewasa awal sebagai “ masa bermasalah”
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus dihadapi seseorang. Masalah-masalah baru ini dari segi utamanya berbeda dengan dari masalah-masalah yang sudah dialami sebelumnya.
Dengan menurunnya tingkat usia kedewasaan secara hukum menjadi 18 tahun, pada tahun 1970, anak-anak muda telah dihadapkan pada banyak masalah dan mereka tidak suiao untuk mengatasinya. Meskipun mereka sekarang dapat memberikan suaranya, memiliki harta benda, menikah tanpa persetujuan orang tuamserta dapat melakukan berbagai hal yang tidak dapat di lakukan orang muda ketika ketentuan usia dewasa secara hukum masih 21 tahun, jelas pula bahwa “kebebasan baru ini menimbulkan masalah-masalah yang tidak dapat diramalkan oleh orang dewasa yang masih muda itu sendiri maupun oleh kedua  orang tuanya”. Penyesuaian diri terhadap masalah masa dewasa awal menjadi lebih intensif dengan diperpendeknya masa remaja, sebab masa transisi untuk menjadi dewasa menjadi sangat pendek sehingga anak muda hamper tidak mempunyai waktu untuk membuat peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa..
Ada banyak alasan mengapa penyesuaian diri terhadap masalah-masalah pada masa dewasa awal begitu sulit :
Sedikit sekali orang muda yang mempunyai persiapan untuk menghadapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai orang dewasa
Mencoba menguasai dua atau lebih keterampilan serempak biasanya menyebabkan keduanya kurang berhasil
Mungkin yang paling berat dari semuanya orang-orang muda itu tidak memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah mereka, tidak seperti sewaktu mereka dianggap belum dewasa

Masa dewasa awal sebagai “masa ketegangan emosional”
Banyak orang dewasa muda mengalami kegagalan emosi yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang dialaminya seperti persoalan jabatan, perkawinan, keuangan dan sebagainya. Ketegangan emosional seringkali dinampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul ini pada umumnya bergantung pada ketercapainya penyesuaian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu, atau sejauh mana sukses atau kegagalan yang dialami dalam pergumulan persoalan.
Apabila ketegangan emosi terus berlanjut sampai tigapuluhan, hal itu umumnya Nampak dalam bentuk keresahan. Apa yang diresahkan orang-orang muda itu tergantung dari masalah-masalah penyesuaian diri yang harus dihadapi saat itu dan berhasil tidaknya mereka dalam upaya penyelesaian itu.

Masa dewasa awal sebagai “masa keterasingan sosial”
Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan dewasa, yaitu kerier, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya masa remaja menjadi renggang, dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam kegiatan kelompok di luar rumah akan terus berkurang. Sebagai akibatnya, untuk pertama kali sejak bayi semua orang muda, bahkan yang populerpun, akan mengalami keterpencilan sosial atau apa yang disebut Erikson sebagai “krisis keterasingan”.
Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karier – dengan demikian keramahtamhan masa remaja di ganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa – dan mereka juga harus mencurahkan sebagian besar tenaga mereka untuk pekerjaan mereka, sehingga mereka hanya dapat menyisihkan waktu sedikit untuk sosialisasi yang diperlukan untuk membina hubungan-hubungan yang akrab. Akibatnya, mereka menjadi agosentis dan ini tentunya menambah kesepian mereka.
Masa dewasa dini sebagai “masa komitmen”
Setelah menjadi orang dewasa, individu akan mengalami perubahan, dimana mereka akan memiliki tanggung jawab sendiri dan memiliki komitmen-komitmen sendiri.
Mengenai komitmen, Bardwick (dalam Hurlock: 250) mengatakan: “Nampak tidak mungkin orang mengadakan komitmen untuk selama-lamanya. Hal ini akan menjadi suatu tanggung jawab yang terlalu berat untuk dipikul. Namun banyak komitmen yang mempunyai sifat demikian: Jika anda menjadi orangtua menjadi orang tua untuk selamanya; jika anda menjadi dokter gigi, dapat dipastikan bahwa pekerjaan anda akan terkait dengan mulut orang untuk selamanya; jika anda mencapai gelar doctor, karena ada prestasi baik di sekolah sewaktu anda masih muda, besar kemungkinan anda sampai akhir, hidup anda akan berkarier sebagai guru besar”
Masa dewasa dini sering merupakan masa ketergantungan.
Masa dewasa awal ini adalah masa dimana ketergantungan pada masa dewasa biasanya berlanjut. Ketergantungan ini mungkin pada orangtua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau sepenuh atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka.
Meskipun telah mencapai status dewasa, banyak individu yang masih tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua yang membiayai pendidikan.
Masa dewasa dini sebagai masa perubahan nilai.
Perubahan terjadi karena adanya pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dan nilai-nilai itu dapat dilihat dari kacamata orang dewasa. Perubahan nilai ini disebabkan karena beberapa alasan yaitu individu ingin diterima oleh anggota kelompok orang dewasa, individu menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan dan perilaku. Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja berubah karena pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda usia dan karena nilai-nilai itu kini dilihat dari kaca mata orang dewasa. Orang dewasa yang tadinya menganggap sekolah itu suatu kewajiban yang tidak berguna, kini sadar akan nilai pendidikan sebagai batu loncatan untuk meraih suatu keberhasilan social, karier, dan kepuasan pribadi. Akibat dari nilai-nilai yang berubah seperti itu, banyak orang dewasa yang semula putus sekolah atau universitas memutuskan untuk sekolah kembali dan belajar kembali menyelesaikan pendidikan mereka. Banyak yang merasakan kegiatan belajar sebagai perangsang semangat mereka, sehingga mereka mengikuti berbagai kursus setelah mereka tamat sekolah lanjutan atas maupun perguruan tinggi (Elizabeth B.Hurlock. 2009. hal.251).
Masa dewasa dini masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru.
Masa ini individu banyak mengalami perubahan dimana gaya hidup baru paling menonjol di bidang perkawinan dan peran orangtua. Perkawinan sesudah kehamilan tidak di anggap hal yang perlu dirahasiakan seperti dulu, di antara berbagai penyesuaian diri yang paling umum adalah penyesuaian diri pada pola seks atas dasar persamaan derajat yang menggantikan pembedaan pola peran seks pola seks tradisional serta pola pola baru bagi  kehidupan keluarga, termasuk perceraian, keluarga berorang tua tunggal dan berbagai pola baru di tempat pekerjaan khususnya pada unit-unit kerja yang besar dan impersonal di bidang bisnis dan industri
Masa dewasa dini sebagai masa kreatif.
Orang yang dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orangtua maupun guru-gurunya sehingga terlebas dari belenggu ini dan bebas untuk berbuat apa yang mereka inginkan. Bentuk kreatifitas ini tergantung dengan minat dan kemampuan individual. Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah orang dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Ada yang menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi, ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan ekspresi kreativitas.
Masa Dewasa Dini sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru. Di antara berbagai  penyesuaian diri yang harus dilakukan orang muda terhadap gaya hidup baru, yang paling umum adalah penyesuaian diri pada pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola baru bagi kehidupan keluarga, termasuk perceraian, serta berbagai pola baru.
Dewasa awal adalah masa kematangan fisik dan psikologis. Menurut Anderson (dalam Mappiare: 17), terdapat tujuh ciri kematangan psikologi,  sebagai berikut:
Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang matang berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya, dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri sendiri atau untuk kepentingan pribadi.
Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien; seseorang yang matang melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefenisikannya secara cermat dan tahu mana pantas dan tidak serta bekerja secara terbimbing menuju arahnya.
Mengendalikan perasaan pribadi; seseorang yang matang dapat menyetir perasaan-perasaan sendiri dan tidak dikuasai oleh perasaan-perasaannya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi mempertimbangkan pula perasaan-perasaan orang lain.
Keobjektifan; orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha mencapai keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan.
Menerima kritik dan saran; orang matang memiliki kemauan yang realistis, paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik-kritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya.
Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi; orang yang matang mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usaha-usahanya untuk mencapai tujuan. Secara realistis diakuinya bahwa beberapa hal tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sungguh, sehingga untuk itu dia bantuan orang lain, tetapi tetap dia bertanggung jawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya.
Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru; orang matang memiliki cirri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-kenyataan yang dihadapinya dengan situasi-situasi baru
Optimalisasi Perkembangan Masa Dewasa awal, Dewasa dini/awal adalah masa dimana seluruh potensi sebagai manusia berada pada puncak perkembangan baik fisik maupun psikis. Masa yang memiliki rentang waktu antara 20 – 40 tahun adalah masa-masa pengoptimalan potensi yang ada pada diri individu. Jika masa ini bermasalah, akan mempengaruhi bahkan kemungkinan individu mengalami masalah yang paling serius pada masa selanjutnya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masa dewasa adalah masa yang sangat panjang (20 – 40 tahun), dimana sumber potensi dan kemampuan bertumpu pada usia ini. Masa ini adalah peralihan dari masa remaja yang masih dalam ketergantungan menuju masa dewasa, yang menuntut kemandirian dan di ujung fase ini adalah fase dewasa akhir, dimana kemampuan sedikit demi sedikit akan berkurang. Sehingga masa dewasa awal adalah masa yang paling penting dalam hidup seseorang dalam masa penelitian karir/pekerjaan/sumber penghasilan yang tetap.
Masa ini juga adalah masa dimana kematangan emosi memegang peranan penting. Seseorang yang ada pada masa ini, harus bisa menempatkan dirinya pada situasi yang berbeda; problem rumah tangga, masalah pekerjaan, pengasuhan anak, hidup berkeluarga, menjadi warga masyarakat, pemimpin, suami/istri membutuhkan kestabilan emosi yang baik

Saran
Penulis tahu bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar bisa membuat makalah yang lebih baik untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentaang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Morks, F.J., Knoers. A.M.P & Hadinoto S.R (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Santrock (2007). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Santrock (2002). Life- span development (perkembangan masa hidup), jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Mappiare, Andi (1983). Psikologi orang dewasa. Surabaya: usaha nasional.
Julius, dkk. 198 Drs. Johan W Kandau (1991). Psikologi umum, Jakarta :PT. Gramedia Pustaka Utama.

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
PENGERTIAN PSIKOLOGI, PSIKOLOGI KEPRIBADIAN DAN PERSAMAANNYA
Pengertian psikologi
     Psikologi berasal dari bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis.

Psikologi menurut para ahli :
Ernest hilgert (1957) dalam bukunya introduction to psychology.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan lainnya.
George A. Miller (1974:4) dalam bukunya psychology and communication.
Psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku.
Cliffort T. Morgan (1961:2) dalam bukunya introduction to psychology.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
Robert S. Woodworth dan marquis DG (1975:7) dalam bukunya psychology.
Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungan dengan alam sekitar.

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN DAN PERSAMAANNYA
Kata kepribadian (personality) sesungguhnya berasal dari kata latin: persona. Pada mulanya, kata persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan peran-perannya. Pada saat itu, setiap pemain sandiwara memainkan perannya masing-masing sesuai dengan topeng yang dikenakannya. Lambat laun, kata persona (personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran social tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran social (peran) yang diterimanya (koswara, 1991:10)
Kepribadian menurut para ahli :
Allport (1971)
Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari system-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Koentjaraningrat (1980)
Menyebut kepribadian atau personality sebagai susunan unsure-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia.
Herman (1969)
Berpendapat bahwa pengertian kepribadian yang masih bersifat teoritis ini, yang juga dapat disebut masih merupakan suatu construct, sangat kabur defenisinya. Oleh karena itu, menurut herman, defenisi lebih baik itu diberikan sesudah dilakukan penelitian-penelitian lebih lanjut ketimbang diberikan sekarang.
Menurut para psikolog, istilah kepribadian mempunyai arti yang lebih dari pada sekedar sifat menarik. Sifat itu bermacam-macam, antara lain :
Ada yang berkenaan dengan cara orang berbuat, seperti tekun, tabah dan cepat.
Ada yang menggambarkan sikap, seperti sosiabilitas dan patriotism
Ada yang berhubungan dengan minat, seperti estetis, atletis, dan sebagainya.
Yang terpenting ialah temperamen emosional, meliputi optimism, pesimisme, mudah bergejolak dan tenang.

Diantara berbagai perbedaan, sebagian besar defenisi yang dirumuskan oleh para psikolog, khususnya oleh para teoretisi kepribadian, memiliki beberapa persamaan yang mendasar, yaitu :
Pada umumnya, defenisi menekannkan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan individual. Dengan istilah kepribadian, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui studi mengenai kepribadian, sifat-sifat individu yang menbedakannya dengan individu lain diharapkan menjadi jelas atau bias lebih dipahami. Singkat kata, para teoretisi kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik atau khas pada diri setiap orang.
Pada umumnya, defenisi melukiskan kepribadian sebagai suatu stuktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain, kepribadian dipandang sebagai organisasi yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku.
Pada umumnya, defenisi menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut sejarah hidup, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian menurut para teoretisi kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subjek atau individual atas pengaruh internal dan eksternal, yang mencakup factor genetic atau biologis, pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu ditentukan atau dipengaruhi oleh factor-faktor bawaan dan lingkungan.

Referensi :
Sobur,Alex.2009.Psikologi Umum.Bandung:CV Pustaka Setia  

HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu.
Proses belajar pada hakekatnya juga merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan. Manusia hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Oleh karena itu, George R. Knight (1982: 82) menganjurkan lebih banyak kebebasan untuk berekspresi bagi peserta didik dan lingkungan yang lebih terbuka sehingga peserta didik dapat mengerahkan energinya dengan cara yang efektif. Lebih lanjut, peserta didik harus dianggap sebagai makhluk yang dinamis, sehingga harus diberi kesempatan untuk menentukan harapan dan tujuan mereka dan guru (pendidik) lebih berperan sebagai penasehat, penunjuk jalan, dan rekan seperjalanan. Guru bukanlah satu-satunya orang yang paling tahu. Oleh karena itu, pembelajaran harus berpusat pada peserta didik (child centered), tidak tergantung pada text book atau metode pengajaran tekstual.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun masalah yang ingin diajukan penulis pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
Jelaskan yang dimaksud dengan belajar?
Jelaskan yang dimaksud dengan pembelajaran?
Jelaskan apa saja ciri-ciri belajar
Jelaskan apa saja unsur-unsur dalam belajar

1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari belajar
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari pembelajaran
Untuk mengetahui ciri-ciri belajar
Untuk mengetahui unsur-unsur belajar

1.4.Manfaat Penulisan
Manfaat bagi mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap hakekat belajar dan pembelajaran.
Manfaat bagi penulis sendiri selain untuk meningkatkan pemahaman penulis sekaligus juga sebagai salah satu syarat penilaian pada mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN

Hakikat Belajar
Pada dasarnya, belajar adalah masalah setiap orang. Dengan belajar maka pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku, dan semua perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan. Oleh karena itu, banyak ahli yang mencoba memberikan definisi tentang belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan prilaku individu seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman baru, perubahan yang terjadi bukan karena perubahan secara alami atau karena menjadi dewasa yang dapat terjadi dengan sendirinya, namun yang dimaksud perubahan perilaku disini adalah perubahan yang dilakukan secara sadar dari reaksi dari situasi yang dihadapi.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada peserta didik, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan peserta didik terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh peserta didik (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Belajar menurut para ahli :
Menurut Vernon S. Gerlach & Donal P. Ely dalam bukunya teaching & Media-A systematic Approach (1971) dalam Arsyad (2011: 3) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu adalah tindakan yang dapat diamati. Dengan kata lain perilaku adalah suatu tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau beberapa tindakan yang dapat diamati”.
 Menurut Gagne dalam Whandi (2007) belajar di definisikan sebagai “suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman”. Slameto (2003: 5) menyatakan belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku  yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010: 35) menyimpulkan bahwa “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”.

Menurut UNESCO terdapat empat pilar belajar yaitu :
“Learning to know” belajar untuk mengetahui.
“Learning to do” belajar untuk aktif. Maksudnya kegiatan belajar harus dilakukan secara sadar, terus menerus, dan aktif sehingga terjadi perubahan diri yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
“Learning to be” belajar untuk menjadi. Maksudnya proses belajar yang dilakukan peserta didik (siswa, mahasiswa) menghasilkan perubahan perilaku individu atau masyarakat terdidik yang mandiri.
“Learning to live together” belajar untuk bersama-sama.

Adapun beberapa ciri belajar, yaitu:
Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).
Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.
Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman
Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
Prinsip belajar berikut:
Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang lain.
Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya
Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.
Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.
Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
Unsur-unsur belajar
Menurut Cronbach (2005: 157-158) mengemukakan adanya tujuh unsur utama dalam proses belajar yaitu :
Tujuan
Belajar dimulai karena adanya sesuatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu muncul untuk memenuhi suatu kebutuhan. Perbuatan belajar diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan dan untuk memenuhi sesuatu kebutuhan. Sesuatu perbuatan belajar akan efisien apabila terarah kepada tujuan yang jelas dan berarti bagi individu.
Kesiapan
Untuk dapat melakukan perbuatan belajar dengan baik anak atau individu perlu memiliki kesiapan baik kesiapan fisik dan psikis, kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu, maupun penguasaan pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasarnya.
Situasi
Kegiatan belajar berlangsung dalam suatu situasi belajar. Dalam situasi belajar ini terlibat tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, orang-orang yang turut tersangkut dalam kegiatan belajar serta kondisi siswa yang belajar. Kelancaran dan hasil dari belajar banyak dipengaruhi oleh situasi ini, walaupun untuk individu dan pada waktu tertentu sesuatu aspek dari situasi belajar ini lebih dominan sedang pada individu atau waktu lain, aspek lain yang lebih berpengaruh.
Interpretasi.
Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan interpretasi, yaitu melihat dukungan diantara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan. Berdasarkan interpretasi tersebut mungkin individu sampai kepada kesimpulan dapat atau tidak dapat mencapai tujuan. 
Respons
Berpegang dari hasil interpretasi apakah individu mungkin atau tidak mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia memberikan respons. Respons ini mungkin berupa suatu usaha coba-coba (trial and error), atau usaha yang penuh dengan perhitungan dan perencanaan atau pun ia menghentikan usahanya untuk mencapai tujuan tersebut.
Konsekuensi
Setiap usaha akan membawa hasil, akibat atau konsekuensi entah itu keberhasilan ataupun kegagalan, demikian juga dengan respons atau usaha belajar siswa. Apabila siswa berhasil dalam belajarnya ia akan merasa senang, puas, dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan usaha-usaha belajar berikutnya.
Reaksi terhadap kegagalan
Selain keberhasilan, kemungkinan lain yang diperoleh siswa dalam belajar adalah kegagalan. Peristiwa ini akan menimbulkan perasaan sedih dan kecewa. Reaksi siswa terhadap kegagalan dalam belajar bisa bermacam-macam. Kegagalan bisa menurunkan semangat, dan memperkecil usaha-usaha selanjutnya, tetapi bisa juga sebaliknya, kegagalan membangkitkan semangat yang berlipat ganda untuk menebus dan menutupi kegagalan tersebut.


Batasan belajar
Belajar tidak mengenal batas. Baik batas usia maupun batasan status sosial. siapapun berhak untuk belajar asalkan ada keinginan. Belajar sama hal nya dengan menuntut ilmu. Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim dan di bawah ini ada hadits yang berhubungan dengan menuntut ilmu.

Hadits riwayat Ibnu Abdil Bar
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اُطْلُبُوْاالْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنَ فَاِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ اِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَضَعُ اَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًابِمَا يَطْلُبُ
Artinya :    “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut. (H.R. Ibnu Abdil Bar).

2.2. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Fungsi-fungsi pembelajaran yaitu sebagai berikut:
Pembelajaran sebagai sistem
Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/ alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).
Pembelajaran sebagai proses
Pembelajaran sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar, meliputi:
Persiapan, merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi, buku atau media cetak lainnya.
Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya terhadap siswa;
Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.

Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
Merupakan upaya sadar dan disengaja
Pembelajaran harus membuat siswa belajar
Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasil
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam Islam kita kenal melalui sabdah Rasulullah SAW menyatakan “tuntutlah ilmu dari ayunan hingga liang lahat”. Makna disini adalah bahwa belajar merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia apabila ingin menjadi manusia seutuhnya.
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi, perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.
Adapun beberapa ciri belajar, yaitu:
Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).
Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.
Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman
Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
Merupakan upaya sadar dan disengaja
Pembelajaran harus membuat siswa belajar
Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasil
DAFTAR PUSTAKA

Prof, Dr. H. Mukhtar. M.Pd. 2009. Psikologi Pendidikan. Jambi: Gaung Persada (GP) Press
http://www.m-edukasi.web.id/2013/05/hakikat-belajar.html