KONSELING EGO (KONEGO)

MAKALAH

MODEL MODEL KONSELING (MOMOKO)

Tentang

KONSELING EGO (KONEGO)


OLEH :

KELOMPOK II

BK 012 E

NURMAILIZA SARI 
 12060141

NORIMAR JUNITA 
12060150

NOVI ERISTA 
12060164

EVA SUSIETI 
 12060166

RIGITA 
 12060159


DI BIMBING OLEH :

Dra. Hj. Fitria Kasih.,M.Pd.,Kons

Nofrita.,S.Pd.I.,M.Pd. Kons



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2014

==================================================



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam model konseling Ego yang dikemukan oleh Erikson ini dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan Ego. Pada dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”. Dengan demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki Ego yang lemah. Misalnya orang yang penakut, rendah diri, banyak lemah, tidak bisa mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki Ego lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya seperti itu tidak dapat memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya.
Pada umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego tersebut. Perbedaan antara Ego menurut Sigmund Freud dengan Ego menurut Psikoanalisis Baru adalah : menurut Freud, Ego itu tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id, sedangkan menurut Psikoanalisis baru, Ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis Ego baru ini disebutnya juga dengan Ego kreatif.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah bentuk pengantar dari Konseling Ego ?

2. Bagaimana pandangan Konseling Ego tentang manusia ?

3. Bagaimanakah perkembangan tingkah laku menurut Konseling Ego ?

4. Apasajakah tujuan dan proses konseling dalam Konseling Ego ?

5. Bagaimanakah bentuk teknik konseling dalam Konseling Ego ?

6. Apasajakah kekuatan dan kelemahan dari Konseling Ego ?

7. Bagaimanakah analisa kasus berdasarkan Konseling Ego ?

C. Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui bentuk pengantar dari Konseling Ego

2. Untuk mengetahui pandangan Konseling Ego tentang manusia

3. Untuk mengetahui perkembangan tingkah laku menurut Konseling Ego

4. Untuk mengetahui tujuan dan proses dari Konseling Ego itu sendiri

5. Untuk mengetahui betuk dari teknik Konseling Ego

6. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari Konseling Ego

7. Untuk mengetahui sejauh mana analisa kasus berdasarkan Konseling Ego



BAB II

PEMBAHASAN

KONSELING EGO (KONEGO)

A. Pengantar Konseling Ego

Ciri baru dari model konseling Ego adalah lebih menekankan pada fungsi ego. Dalam model konseling Ego dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength“ tang artinya kekuatan ego. Pada dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “Ego Strength”. Dengan demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Pada umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego tersebut.

Pebedaan antara ego menurut Sigmund Freud dengan Ego menurut Psikoanalisis Baru adalah menurut Freud, ego itu tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id sedangkan menurut Psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.

Erickson tidak sependapat dengan Freud tentang hakekat manusia, dan dia beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana binatang yang hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-mata memenuhi kebutuhanya ( Freud cenderung melihat bahwa dasarnya tingkah laku manusia itu adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan Id nya).

Manusia tidaklah didorong oleh energy dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke dunia untuk merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda. Disini terlihat beda pendapatnya dengan Sigmund Freud yang lebih menekankan peranan Id dalam kehidupan, sedangkan konseling Ego lebih menekankan peranan ego dalam kehidupan seseorang.

Egolah yang mengembangkan segala sesuatunya,misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, penyaluran minatnya, hubungan sosialnya dan sebagainya. Selanjutnya dikemukakan oleh Hansen,dkk (1977) bahwa, seseorang individu haruslah mempunyai ego yang sehat dan ego yang kuat.

B. Pandangan Tentang Manusia

1. Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian

Menurut Calvin S Hall & Gander Lindzey (1978), Erickson merumuskan cirri-ciri perkembangan kepribadian atas dua bagian yaitu perkembangan kepribadian yang sehat dan perkembangan kepribadian yang gagal pada setiap tahap.

Keseluruhan tahap perkembangan kepribadian tersebut dibagi Erickson menjadi delapan tahap, empat tahap perkembangan yang pertama sejalan dengan pengklasifikasian tahap perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud, yaitu yang berlangsung pada masa kanak-kanak. Tahap perkembangan kelima berlangsung pada masa remaja, sedangkan tiga tahap terakhir berlangsung pada masa dewasa dan masa tua.

Berikut ini diuraikan ke-8 tahap tersebut

a) Masa Bayi Awal ( umur 0 sampai 1 tahun )

Pada tahap ini perkembangan yang sukses ditandai dengan sikap percaya. Sikap ini dianutnya, apabila anak memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tuanya dan kebutuhanya terpenuhi dengan baik. Pada diri anak akan tertanam rasa percaya pada dunia, sebaliknya apabila pada masa ii anak sering diterlantarkan dan dikasari, maka pada dirinya akan berkembang sikap tidak percaya khususnya pada orang lain..

b) Masa Bayi Akhir ( umur 1 samapi 3 tahun)

Menurut Erickson 9 dalam Hansen,dkk: 1977), perkembangan anak yang sukses pada masa ini ditandai oleh adanya otonomi. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Sikap orang tua yang cenderung melarang melakukan sesuatu, apalagi memarahi dan menyesali tentang apa yang dilakukannya itu tidak tepat, akibatnya akan dapat menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan malu baik pada masa sekarang maupun pada masa tahap pekembangan berikutnya.

c) Masa Kanak-kanak Awal ( umur 3 – 5 tahun)

Pada tahap ini, Perkembangan kepribadian yang sukses ditandai oleh adanya inisiatif. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah. Menurut Erickson, tugas pokok dari individu pada masa ini adalah membentuk rasa memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil oleh orang tua pendidik lainnya adalah selalu member kesempatan pada anak untuk beraktualisasi diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka lakukan.

d) Masa Kanak-Kanak Pertengahan (6 – 11 tahun)

Perkembangan yang sukses pada masa ini ditandai dengan “menghasilkan”, sedangkan yang gagal akan menjadi merasa rendah diri. Dapat dilihat bahwa anak SD sedikit demi sedikit sudah dapat diberi kewajiban misalnya menyapu, mengerjakan PR sekolah, membersihkan sepatu sendiri.

e) Masa Puber dan Remaja ( 12-20 tahun)

Menurut Salvatore R.Maddi (1980), Perkembangan yang diinginkan pada masa ini adalah anak dapat mengenal identitas dirinya sendiri, yaitu dia mengetahui siapa dirinya,apa potensinya dan hendak kemana arah kehidupannya

f) Masa Dewasa Awal (21-30 tahun)

Ciri dari perkembangan kepribadian yang sukses pada masa ini ditandai oleh adanya keintiman, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh isolasi. Intim maksudnya adalah sudah memiliki kemampuan yang baik untuk akrab dengan orang lain dan tidak suka menyendiri.

g) Masa Dewasa Pertengahan (30 – 55 tahun )

Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya keaktifan dalam berbagai bidang secara umum. Misalnya secara umum dia aktif dalam pekerjaan, aktif dalam organisasi, aktif dalam raga, dan sebagainya. Selanjutnya menurut Rochman Natawijaya (1987) kemampuan untuk generativity merupakan konsep yang luas yang dimanivestasikan dalam bentuk kemampuan untuk mengasihi secara baik, bekerja baik, dan bagaimanapun baik.

h) Masa Dewasa Akhir ( 55 tahun keatas)

Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya “intergrity” atau terpadu dan perkembangan yang gagal ditandai dengan “despair” atau keputusasaan.

2. Proses Perkembangan Kepribadian

Erikson telah membagi proses perkembangan kepribadian atas empat tahapan yaitu sebagai berikut:

a) Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.

b) Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur dan menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.

c) Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk membedakan suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu berkomunikasi dengan orang lain.

d) Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara hubungan yang satu dengan yang lain).

Dalam berkomunikasi dengan lingkungannya ada empat aspek yang perlu diperhatikan yaitu:

a) Individu belajar membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.

b) Individu harus bisa melibatkan diri dengan lingkungan yang spesial yang makin lama makin meluas dan makin mendalam.

c) Proses sosialisasi, maksudnya adalah berhubungan dengan orang lain, dengan adanya hubungan dengan orang lain individu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya.

d) Perkembangan kepribadian yang baik apabila kepribadian itu mengarah kepada pembentukan “coping behavior”. Coping behavior adalah kemampuan atau tingkah laku individu yang dapat menangani suatu masalah secara tepat dan hasilnya baik. Agar coping behavior berdaya guna, harus memiliki dua ciri sebagai berikut:

ü Coping behavior merupakan pola-pola tingkah laku yang tertata dengan baik melalui beberapa tahapan yang benar, terstruktur dan bermakna. Contohnya apabila seorang mahasiswa membutuhkan sebuah buku dan hanya satu di perpustakaan, dia meminjam untuk difoto copy terlebih dahulu atau mencatat hal yang penting dari buku tersebut.

ü Tingkah laku yang mengandung coping behavior dilakukan secara sadar danimpulsif.

ü Coping behavior merupakan konsep yang pokok dalam konego dan salah satu tujuan dari konego adalah pembentukan coping behavior pada diri klien. Sedangkan yang menjadi tujuan akhir perkembangan kepribadian adalah terbentuknya coping behavior secara otomatis.

3. Fungsi Ego

Dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, disini fungsi ego lebih positif, yaitu berhubungan dengan lingkungan melalui cara-cara rasional dan sadar.

Tiga kategori fungsi ego, yaitu sebagai berikut :

a) Impluse economics (imec)/ fungsi Dorongan Ekonomis

Kemampuan ego untuk tidak hanya mengontrol dorongan-dorongan, tetapi menyalurkan kea rah tingkah laku yang lebih dapat diterima dan berguna.

Fungsi ego impulse economic, maksudnya adalah dorongan-dorongan yang menguntungkan disalurkan dengan cara yang baik dan normative. Pada diri individu terdapat bermacam-macam dorongan yang setiap saat muncul,misalnya dorongan untuk bekerja, berbicara, melakukan sesuatu dan sebagainya. Fungsi ego disini adalah menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan.

b) Cognitive fungtion (cogfun)/ Fungsi Kognitif

Kemampuan ego untuk menganalisis dan berpikir logis mengatasi perasaan ini merupakan kemampuan ego yang bebas dari pengaruh Id.

Fungsi ego kognitif maksudnya adalah berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya untuk sesuatu keperluan coping behafior. Individu yang memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah laku selalu menggunakan aspek pikiran, dan selalu diiringi dengan kemampuan mengingat dan memutuskan. Sebaliknya apabila tidak berfungsi aspek kognitif ego ini maka tingkah laku individu nampak agak sembrono, implus dan kekanak-kanakan.

c) Controlling Fungsional (confun)

Kemampuan ego untuk memusatkan usaha penyelesaian tugas tanpa diganggu oleh perasaan.

Fungsi pengawasan disebut disebut juga dengan fungsi control, maksudnya ego tidak membiarkan tingkah laku seseorang itu sembarangan atau acak tetapi tingkah laku yang dilahirkan itu hendaknya merupakan tingkah laku yang berpola dan menurut aturan tertentu. Secara khusus fungsi ego yang mengontrol ini termasuk juga mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan. Tingkah laku yang baik adalah penampilan tingkah laku tersebut tidak begitu juga saja dicakari oleh emosi, dan sebagai sifat kerasionalanya tingkah laku lebih tampak. Ciri fungsi control ini adalah individu yang bertingkah laku tanpa diganggu oleh emosinya, orang yang paling tidak ada kontrolnya adalah “Manic Depressive”

C. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai (TLSS)

Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :

1. Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah tingkah.

Contoh : seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin lain yang berbeda, dimana seseorang tersebut amat terikat dengan nilai-nilai yang kaku (agama, adat atau kepercayaan lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang mana sangat dilarang oleh lingkungannya, sehingga apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang agak longgar terhadap nilia-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu itu setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.

2. Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada.

Misalnya : Coping Behavior yang selama ini biasa dipakai di tempat asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat akan dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan menjadi pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.

3. Fungsi ego tidak berjalan dengan baik.

Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.

4. Perkembangan kepribadian

Kepribadian merupakan produk dari sebagai faktor dalam waktu yang cukup lama. Perkembangan psikososial (Erikson) Ego berkembang atas kekuatannya sendiri, tidak tergantung pada energi id.

5. Pertumbuhan ego yang normal merupakan perkembangan kemampuan komunitas pada anak, Pola dasar tingkah laku terbentuk pada masa enam tahun pertam.

6. Fungsi ego dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, disini ego lebih positif, yaitu berhubungan dengan lingkungan melalui cara-cara rasional dan sadar.

D. Tujuan Konseling dan Proses Konseling

1. Tujuan Konseling

Menurut C.H Patterson (1966), tujuan konseling berdasarkan pandangan teori Erickson, ialah

a) Memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh

b) Selain itu tujuan konseling itu adalah melakukan perubahan pada diri klien sehingga terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrety)

c) Keseluruhan pribadi harus diarahkan untuk merubah, kalau klien mau dibantu.

d) Konselor membantu klien memperbaiki satu-dua fungsi ego yang rusak sehingga menimbulkan kesulitan begi klien.

2. Proses Konseling

Langkah-langkah dalam penyelenggaraan konseling ego adalah :

a) Pertama-tama membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya.

b) Klien kita proyeksikan dirinya terhadap masa depan.

c) Selanjutnya konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang dijumpainya untuk mencapai tujuan masa depannya

d) Kalau pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu sudah berlangsung cukup jauh, konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya.

Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan efektif, maka ada beberapa aturan dalam konseling ego, yaitu :

a) Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam suasana sadar itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.

b) Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas kekinian atau tingkah laku sekarang dan tidak membahas nostalgia masa lampau.

c) Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-dasar tingkah lakunya.

d) Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dab spontan, baik dalam penerimaan klien mauoun dalam proses konseling.

e) Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang sudah terlatih.

f) Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keselururan kepribadian individu, tetapi hanya pada pola tingkah laku yang salah suai.

E. Teknik Konseling

Adapun teknik konseling ego itu adalah sebagai berikut :

1. Pertama-tama konselor perlu membiana hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.

2. Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah .

3. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai kaitan langsung dengan perasaan juga disinggung.

4. Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat). Untuk terbinanya suasana ambiguitas itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :

a) Konselor memberikan kesempatan kepada klien bagi munculnya perasaan-perasaan dari dalam diri klien.

b) Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain.

c) Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya tranference melalui proyeksi. Tranference maksudnya adalah tembus pandang dalam arti bisa dilihat orang.

Misalnya pirbadi yang tranference adalah pribadi yang tidak miskin dan orang lain boleh melihat pribadi yang terbuka tersebut. Sedangkan proyeksi disini maksudnya adalah mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri, tapi menyebutkan hal itu terdapat pada diri orang lain.

5. Pada saat klien melakukan trabference, maka konselor hendaklah melakukan kontar tranference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada klien.

6. Konselor hendaknya melakukan dignosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu :

a) Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu

b) Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menjadikan masalah tersebut menyebar saat ini

c) Letaknya masalah itu dimana, apakah pada kebiasaan klien, sikapnya atau pada cara tingkah laku yang dilakukan pada saat itu

d) Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah, misalnya apa yang dimilikinya baik yang sifatnya tidak dimilikinya.

7. Membangun fungsi ego yang baru dengan cara :

a) Dapat dikemukakan berbagai gagasan-gagasan baru

b) Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah laku

c) Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.

F. Kekuatan dan kelemahan konseling Ego

1. Kelemahan

a) Susah untuk mengetahui bagaimana ego yang di timbulkan oleh klien karena individu merasa bahwa egonya tidak kuat dan tidak harus di temukan

b) Konselor tidak mampu atau susah mengetahuinya karena dalam konego ini di lihat dari reaksi yang di timbulkan.

2. Kelebihan

a) Bisa membuat individu berkembang dan kekuatan dirinya sendiri melalui ego

b) Membantu anak dalam berkomunikasi dan dapat menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.

c) Membiasakan individu berkembang terus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia luar.

G. Analisis kasus berdasarkan KONEGO

1. Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran dan ketidaksadaran / kontrol beralih dari ego ke id.

2. Ego yang kurang kuat dapat tumbuh, karena Pada periode perkembangan individu, yaitu sejajar dengan tahap perkembangan psikososial Erikson disebabkan oleh :

a) Individu kurang mampu merespon dengan cara yang layak

b) Pola tingkah yang dimiliki tidak lagi cocok dengan tuntutan lingkungan (situasi)

c) Rusaknya fungsi ego

3. Individu abnormal adalah individu yang tingkah lakunya tidak berubah dalam menghadapi tuntutan diri sendiri atau pun lingkungan yang telah berubah.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Model konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, yaitu dengan menonjolkan ego strength (kekuatan ego). Individu yang memiliki ego yang kuat akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan membina hubungan sosial yang harmonis bersama orang lain. Dalam perkembangan individu Erikson membaginya menjadi perkembangan yang sukses dan perkembangan yang gagal pada setiap tahap perkembangan.

Erikson telah membagi proses perkembangan kepribadian atas empat tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.

2. Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur dan menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.

3. Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk membedakan suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu berkomunikasi dengan orang lain.

4. Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara hubungan yang satu dengan yang lain).

B. Saran

Sebagai calon konselor masa depan, seorang konselor harus mampu memahami kapankah akan digunakannya setiap teori yang ada dalam konseling. Dan penggunaan teori itupun juga harus tepat, sesuai dengan hal-hal yang dialami dan dirasakan oleh klien.



DAFTAR PUSTAKA

Baraja , Abu Bakar. 2004. Psikologi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta: Studio Pers

Gerald, Corey. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terjemahan). Bandung : PT Refika Aditama

Gantina, Komalasari dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT. Indeks

Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita: Kerangka Konseling Eklektik. Padang : UNP Press

Surya, Muhammad. 2003. Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bany Quraisy

Taufik. 2009. Model-model Konseling. Padang: BK FIP UNP

http://counselingcare.blogspot.com/2012/06/konseling-ego.html

http://muhammadamirullah14.wordpress.com/2012/02/27/teori-kepribadian-erikson-2.html

http://konselorindonesia.blogspot.com/2013/03/31/konseling-ego-erickson-4.html

SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Facebook Comment
    Blogger Comment